Disimilaritas Alasan Penghapusan Pidana Terhadap Anak: The Penal Code of Finland dan UU No.01 Tahun 2023





Alasan Penghapusan Pidana Pada Anak

Penghapusan pidana adalah hal-hal atau keadaan yang mengakibatkan tidak dijatuhkannya pidana pada seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang dan diancam dengan sanksi pidana karena terdapat alasan yang memaafkan dan alasan yang membenarkan perbuatan tersebut. Dalam The Penal Code of Finland alasan penghapusan pidana pada anak disebutkan pada Chapter 3 Grounds for the Removal of the Reduction in the Punishability of an Act Pasal 1 ayat (1) dan (2) [31 mei 1940/263] menyebutkan bahwa:

Ayat (1)

“Suatu perbuatan yang dapat dihukum, tidak akan dihukum bila dilakukan oleh seorang anak yang berumur kurang dari lima belas tahun”.

Ayat (2)

“ Tindakan yang dapat diterapkan terhadap anak tersebut diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak”

Pengaturan penghapusan pidana pada anak dalam KUHP Finlandia secara normatif menggunakan batasan umur kurang dari 15 (lima belas) tahun dan apabila ada anak yang melakukan perbuatan pidana dibawah umur 15 (lima belas) tahun maka sanksi pidananya diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Hal tersebut berbeda dengan pengaturan penghapusan pidana dalam KUHP Indonesia/UU No. 01 Tahun 2023. Secara Normatif UU No. 1 Tahun 2023 memberikan batasan umur lebih ketat terhadap pelaku tindak pidana yaitu 12 (dua belas tahun) hal ini secara jelas telah disebutkan dalam pasal 40 yang menyatakan:

Pasal 40

“Pertanggunglawaban pidana tidak dapat dikenakan terhadap anak yang pada waktu melakukan Tindak Pidana belum berumur 12 (dua belas) tahun”

Jika pada Penal Code Finlandia pengaturan terkait dengan perbuatan anak yang dibawah batasan umur (lima belas tahun) dikembalikan kepada Undang-undang perlindungan anak maka dalam KUHP indonesia pengaturan terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawa batasan umur (dua belas tahun) diatur langsung pada pasal selanjutnya yaitu pasal 41 yang menyebutkan:

Pasal 41

“Dalam hal anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan Tindak Pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:
  1. Menyerahkan kembali kepada Orang Tua/wali; atau
  2. Mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik pada tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) Bulan.

Disimilaritas Dan Implikasinya Terhadap Penerapan Pidana

Perbedaan konstruksi hukum disetiap negara dipengaruhi oleh beberapa aspek, salah satunya adalah nilai-nilai yang ada didalam masyarakat itu sendiri. Indonesia sendiri memberikan batasan umur 12 tahun untuk anak yang dapatr dikenai hukuman pidana hal ini mempertimbangkan aspek kemampuan anak dalam melakukan tindak pidana. Sehingga, jika anak telah berumur 12 tahun dan anak tersebut melakukan tindak pidana maka akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-undang dan dapat dikenakan sanksi dalam lingkup Pidana Anak. Akan tetapi walaupun kemdian telah ditetapkan batasan umur yang jelas oleh UU No 1 Tahun 2023 masih terdapat hal yang “abu-abu” terhadap penentuan klasifikasi “anak”, hal ini dikarenakan banyak Undang-undang terkait yang memberikan definisi berbeda terhadap klasifikasi “anak”.

Pengertian anak dalam ketentuan hukum Indonesia sangat beragam Pasal 330 BW menggunakan istilah “belum dewasa” bagi mereka yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak terlebih dahulu telah kawin. Berdasarkan ketentuan hukum tersebut, mereka yang “belum dewasa” yang diidentikkan dengan anak mempunyai 2 (dua) kriteria yaitu belum mencapai 21 tahun dan tidak pernah kawin. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama sendiri tidak dengan jelas mengatur batas usia minimal pertanggungjawban anak. Batas usia maksimal anak dapat disebut sebagai pelaku adalah 16 (enam belas) tahun hal tersebut didasarkan atas penafsiran Pasal 45 KUHP lama yang menyebutkan “belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun”. Definisi anak yang berbeda terdapat dalam beberapa ketentuan hukum sebagai berikut:

  1. Pasal 1 angka 4 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang menentukan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.”
  2. Pasal 1 angka 5 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menentukan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
  3. Pasal 1 angka 5 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menentukan bahwa “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.”

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan jembatan terkait dengan isu “ketidakadilan” terhadap pemidanaan anak. Dimana pengaturan mengenai sitem peradilan dan pemberian sanksinya sudah diatur sedemikian rupa untuk menegakkan keadilan tetapi juga menjunjung nilai-nilai hak asasi yang melekat pada anak. Hal ini cenderung berbeda dengan penal code finlandia yang secara langsung telah memberikan kejelasan klasifikasi anak pada KUHPnya. Dimana anak yang sudah melewati batas usia 15 (lima belas) tahun dapat dikenai hukuman sampai dengan hukuman penjara seumur hidup. Hal ini diatur dalam pasal 2 ayat (1) yang menyebutkan :

Pasal 2 ayat (1)

“[19 Juli 1974/613] (1) Seseorang yang berumur lima belas tahun tetapi belum berumur delapan belas tahun dan melakukan suatu pelanggaran, diancam dengan pidana penjara seumur hidup, pidana penjara paling sedikit dua tahun dan paling banyak dua belas tahun. Apabila pidana dalam ketentuan yang dimaksud adalah pidana penjara atau denda tertentu, maka pidananya paling banyak tiga perempat dari pidana yang paling berat yang dijatuhkan dan sekurang-kurangnya pidana minimum yang diatur dalam Bab. 2.”

Penafsiran kata yang terdapat dalam pasal 2 ayat (|1) tersebut dapat dimaknai bahwa anak yang telah berumur 15 sampai 18 tahun dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana hukuman seperti orang dewasa yaitu pidana penjara seumur hidup, pidana penjara paling sedikit dua tahun dan paling banyak dua belas tahun. Apabila pidana dalam ketentuan yang dimaksud adalah pidana penjara atau denda tertentu, maka pidananya paling banyak tiga perempat dari pidana yang paling berat yang dijatuhkan dan sekurang-kurangnya pidana minimum. Selanjutnya dalam kewenangan penjatuhan hukuman oleh pengadilan penal code finladia juga telah mengaturnya dalam pasal 5 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

Pengadilan dapat mengesampingkan hukuman jika

  1. Pelanggaran tersebut jika dinilai secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan bahayanya dan tingkat kesalahan pelaku yang ditunjukkan olehnya, akan dianggap kecil;
  2. Pelanggaran tersebut dianggap dapat dimaafkan karena alasan-alasan khusus mengenai perbuatan atau pelakunya; 3)hukuman dianggap tidak masuk akal atau tidak ada gunanya, mengingat tindakan yang dilakukan pelaku mencegah atau menghilangkan dampak pelanggarannya, atau untuk lebih memperjelasnya, keadaan pribadinya, akibat lain dari pelanggaran yang menimpanya, tindakan otoritas jaminan sosial dan kesehatan, atau keadaan lainnya; atau

Dismilaritas Penal Code Finlandia dengan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP terletak pada penentuan batas usia anak yang dapat dikenai sanksi pidana, dimana Finlandia memberikan batasan 15 (lima belas) tahun sedangkan Indonesia memberikan batasan umur 12 (dua belas) tahun. Penentuan batasan umur 12 (dua belas) tahun ini naik yang sebelumnya adalah 8 (delapan tahun). Upaya menaikkan batasan umur ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap korban-korban yang notabenne adalah anak. Kemudian, untuk tetap memberikan perlindungan hak asasi terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana maka dibuatlah sistem sendiri terkait dengan sistem peradilan anak.

Next Post Previous Post