IKN DAN PARTISIPASI PUBLIK: MENAKAR DAMPAK PEMINDAHAN IKN DALAM KACAMATA SOSIAL
Sub Tema: Sosial: Dampak Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Keadaan Sosial Negara
Ditulis oleh: Zain Indranur (2006016102)
(Esai Pernah Diikutsertakan Dalam Kompetisi Esai Nasional Semar Lead 2022 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret)
I. PENDAHULUAN
Istilah ibu kota berasal dari bahasa
Latin “caput”, yang berarti kepala,
dan terkait dengan kata capitol, yang mengacu pada struktur di mana pusat utama pemerintahan berada. Ibu kota merupakan kota utama yang terhubung dengan pemerintahan suatu negara. Secara fisik, ibu kota berfungsi
sebagai kantor pusat dan tempat pertemuan pimpinan dan ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan. Menurut Black's
Law Dictionary, ibu kota
didefinisikan sebagai tempat di mana departemen legislatif memiliki sesinya dan di mana kantor eksekutif utama
berada; metropolis politik dan pemerintahan. Sedangkan untuk kata capitol,
kata ini mengacu pada bangunan yang berfungsi sebagai pusat urusan pemerintahan.
Sebagai pusat pemerintahan, ibu kota mempunyai
peranan penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, di antaranya adalah sebagai pusat
kekuatan politik dan ekonomi. Selain itu, ibu kota juga dapat berperan
sebagai sarana untuk memperkenalkan
karakter dan identitas bangsa. Banyak negara memilih satu kota besar sebagai
ibu kota negara untuk mencerminkan keunikan kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, dan kebangsaan serta kenegaraan.
Wacana pemindahan ibu kota negara Indonesia dari Provinsi DKI Jakarta ke lokasi di luar Provinsi DKI Jakarta sebenarnya sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno yang pada saat itu mengusulkan Balikpapan sebagai ibu kota baru. Wacana ini kemudian muncul kembali di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan menjadi perdebatan di antara banyak kalangan. Alasan-alasan yang melatarbelakangi pemindahan ibu kota negara ini di antaranya adalah karena DKI Jakarta memiliki masalah dengan tata ruang wilayah di mana wilayah kota Jakarta semakin lama semakin padat. Berdasarkan data BPS 2021, DKI Jakarta telah mencapai kepadatan penduduk rata-rata 15.000 jiwa/km2. Angka ini lebih besar dari tahun sebelumnya, sehingga menandakan bahwa DKI Jakarta sudah semakin padat. Kepadatan penduduk ini akan berdampak pada munculnya masalah baru seperti banjir, kemacetan lalu lintas, kurangnya angkutan umum yang efisien dan permasalahan tata ruang terbuka hijau.
Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat ekonomi dan bisnis di Indonesia masih menjadi tempat tujuan utama bagi perantau dari luar DKI Jakarta. Tercatat sebanyak 7.421 penduduk yang datang dan bermukim di DKI Jakarta pada Maret 2020.6Urbanisasi yang terus terjadi ini telah menyumbang angka kepadatan penduduk di tiap tahunnya sehingga semakin mempersempit ruang terbuka di DKI Jakarta karena digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal. Jika hal ini terus dibiarkan, maka secara tidak langsung akan mendorong DKI Jakarta menjadi tidak layak sebagai ibu kota negara lagi di masa depan karena adanya permasalahan kepadatan penduduk yang beresiko mengganggu tata ruang di DKI Jakarta. Selain itu, DKI Jakarta juga terancam menjadi kota yang tidak nyaman untuk ditinggali.
I. PEMBAHASAN
URGENSI IDEAL IBU KOTA NEGARA KE PENAJAM PASER UTARA
Relokasi didefinisikan sebagai perpindahan atau rencana relokasi
industri perdagangan dari satu
tempat ke tempat lain karena alasan tertentu Menurut sudut pandang lain, relokasi merupakan kebijakan yang
membatasi kegiatan pemerintah atau komersial,
bersama dengan biaya terkait dan kendala administrasi8. Dari sini dapat disimpulkan bahwa relokasi merupakan salah satu bentuk
kebijakan pemerintah untuk mengubah status ibu
kota negara. Tentunya perlu ada alasan penting dan pertimbangan yang matang
untuk memindahkan ibu kota.
Menurut Bappenas, ada enam alasan untuk merelokasi IKN. Pertama, ketegangan pada database Jakarta dan Jawa harus dikurangi. Kedua, membantu pembangunan Indonesia Timur. Ketiga, di Indonesia, wilayah Jawasentrik merupakan roda perekonomian terpusat. Keempat, IKN Indonesia menunjukkan kekaguman terhadap kualitas pribumi seperti kekerasan dan pansira. Kelima, meningkatkan pelayanan publik untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan pusat yang efisien dan efektif, dan keenam, menerapkan konsep kota yang cerdas, hijau, dan menarik bagi IKN untuk memperoleh daya saing regional dan dunia.
Menyikapi rencana relokasi megacity ibu
kota, Kota Balikpapan sebagai salah satu kawasan
yang akan didirikan pusat pemerintahan megacity ibu kota harus mempersiapkan diri agar relokasi
megacity ibu kota menentukan urusan
di sektor yang menguntungkan dan mengamati kemajuan di suatu wilayah
tertentu (fiefdom/ 4 sections/
metropolises). Sektor unggulan di
suatu wilayah/wilayah tertentu dapat dibentuk dengan menggunakan data PDRB. Berdasarkan landasan tersebut, untuk berdampak positif
bagi megacity Balikpapan dan wilayah sekitar Penajam
Paser Utara, atau agar kota besar Balikpapan
dapat berkontribusi lebih banyak lagi pada kota besar ibu kota yang baru
di Paser Penajam Utara. Mengingat
kondisi Jakarta saat ini, sangat penting untuk membangun pola hidup hemat yang unik berdasarkan keunggulan pribumi agar megacity
Balikpapan tetap kompetitif dengan pengkondisian yang
menguntungkan dari tempat lain. Hal ini penting agar kemungkinan asli daerah
dapat diakomodasi dalam pertumbuhan pemerintah pusat dan masyarakat asli dapat memperoleh manfaat
dari pembangunan pemerintah pusat.
Mengetahui lebih banyak mengenai
implisit dan peluang
pengembangan suatu daerah merupakan suatu awal yang baik
dalam proses perencanaan pembangunan. Tanpa ini,
perencanaan pembangunan akan menjadi serampangan. Tuntutannyadapat dinyatakan bahwa kemajuan akan terhambat. Oleh karena
itu, penting untuk memahami sektor mana yang
dominan dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai basis yang menguntungkan berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Data PDRB merupakan informasi penting untuk menilai kemampuan
berhemat di kota besar Balikpapan melalui studi pertumbuhan yang menguntungkan
(PDRB) dengan pendekatan basis menguntungkan, untuk mengetahui sektor mana yang paling unggul dan strategis
untuk dikembangkan9(Yulianti, Firmansyah, and Sundar 2020).
Mengenai hal itu Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang urusan Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah beberapa kali diubah, yang terbaru dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), desentralisasi merupakan salah satu metode penyelenggaraan kekuasaan pemerintah berupa serah terima Jabatan Pemerintah oleh Pemerintah Pusat. Otonomi daerah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan penduduk setempat. Selanjutnya pelimpahan wewenang tersebut diwujudkan dengan pemberian otonomi kepada kepala daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) huruf C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Indonesia. Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sementara itu, pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, dengan mempertimbangkan rasa keadilan, kepatutan, dan kemanfaatan masyarakat, serta penerapan anggaran berbasis kinerja.
Posisi
tersebut merupakan perwujudan dari gagasan Prof. Kranenburg tentang
negara kesejahteraan (welfare state), juga dikenal sebagai negara hukum
materiil, yang menegaskan bahwa negara juga bertanggung jawab memelihara dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya di samping
tanggung jawab membina hukum. Pesan sebagai catatan, pendekatan ini banyak digunakan
di negara-negara terbelakang seperti Indonesia10.
8) Dalam menggunakannya, ingatlah pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Wilayah terletak di Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam rencana tata ruang IKN dan merupakan perkerjaan penting bagi pemerintah provinsi Kalimantan Timur. Selain itu, salah satu subsistem penataan ruang yang menonjol dalam proses ini termasuk tata guna lahan, dan subsistem lain yang terpisah dari yang lain. Kemudian, menurut ahli hukum pertanahan segala persoalan dan kewajiban masyarakat dalam pembangunan tata ruang harus terlebih dahulu dibarengi dengan kewajiban negara.
Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Wilayah Partisipatif
Perdebatan sengit tentang "keterlibatan warga negara", "kontrol warga negara", dan "keterlibatan praktis maksimum orang miskin" sebagian besar telah diperjuangkan melalui bahasa yang berlebihan dan eufemisme yang menipu. Tipologi keterlibatan publik disajikan untuk memfasilitasi wacana yang lebih terdidik, dengan contoh yang diambil dari tiga program sosial federal: pembangunan kembali perkotaan, anti-kemiskinan, dan Model City. Tipologi provokatif diatur seperti tangga, dengan setiap langkah melambangkan sejauh mana otoritas publik dalam memilih rencana dan program. Menurut Arnstein (1969), partisipasi publik merupakan pengalihan otoritas yang memungkinkan masyarakat yang dikeluarkan sebelumnya untuk masuk dan berpartisipasi kembali dalam proses politik dan ekonomi Arnstein (1969).
Perencanaan partisipatif menurut Sanoff merupakan interaksi
antara metode, perencanaan, dan desain demokrasi
dalam perencanaan pembangunan. Berdasarkan filosofi klasik,
itu dipandang sebagai
sarana partisipasi langsung
masyarakat dalam inisiatif
pembangunan dan perencanaan kota (Sanoff,
2005).
Nomenklatur alternatif untuk masing-masing langkah ini disediakan dalam pandangan Goetz dan Gaventa.
Disebutkan bahwa ada tiga tingkat
partisipasi publik berdasarkan keterlibatan atau keterikatan
antara pemerintah dan masyarakat: I konsultasi, yang didefinisikan sebagai menyediakan ruang untuk dialog publik dan berbagi informasi;
(ii) partisipasi, yang didefinisikan sebagai
penyediaan ruang untuk dialog publik dan berbagi informasi; dan (iii)
partisipasi, yang diartikan sebagai penyediaan ruang dialog publik dan pertukaran informasi (ii)
kehadiran, yaitu keterlibatan perwakilan kelompok masyarakat dalam pembicaraan kebijakan; dan (iii) pengaruh, artinya
selain kehadiran dan proses wacana dalam ruang partisipasi, juga dapat berdampak
pada pengambilan keputusan
pemerintah.
Ia tidak menyebut kategori
non-partisipasi sebagai bagian dari tingkat partisipasi masyarakat. Ini kebalikan dari Arnstein Fokus pada kritik dan
pertanyaan partisipatif isu di tingkat
partisipasi publik Ini. Meskipun demikian, Goezt & Gaventa berpandangan
bahwa masalah yang relatif sama juga
dijelaskan praktik Partisipasi Publik dalam Perencanaan kebijakan pembangunan, yaitu niat menciptakan partisipasi publik yang memadai
Berdasarkan paparan di atas, pentingnya
perencanaan pemindahan ibu kota yang partisipatif didasarkan pada beberapa aspek yaitu Pertama,
upaya untuk memastikan bahwa masalah pemindahan ibu kota merupakan masalah publik yang
lahir dari semua pihak, ketersediaan
kepentingan umum sebagai bentuk pengakuan. keberadaan pihak lain atau pemangku kepentingan. dalam
pemerintahan dan pembangunan. Kedua, upaya untuk menjamin bahwa sikap terbuka pemerintah yang mencerminkan
keterwakilan pemangku kepentingan
yang beragam akan menghasilkan rasa memiliki atas pemindahan ibu kota yang ditetapkan sebagai
kesepakatan bersama. Ketiga,
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab pemindahan ibu kota di antara para pemangku kepentingan lainnya sehingga
keberhasilan pemindahan tersebut bersifat kolaboratif dan kolaboratif. Keempat, upaya untuk menyediakan mekanisme yang
transparan dan akuntabel untuk pemindahan ibu
kota sesuai dengan aturan (akuntabel) yang ada. Penjelasan ini menjadi landasan
bagi pemindahan ibu kota yang harus partisipatif kepada semua pihak,
sehingga pemindahan ibu kota tidak hanya merupakan kebijakan
yang berproses melalui tahapan demokrasi dengan
melibatkan banyak pemangku kepentingan, tetapi juga menghasilkan kebijakan yang diakui dan didukung oleh. Pihak-pihak tersebut
merupakan bagian pemangku
kepentingan14. Tahapan lainnya,
seperti pelaksanaan rencana
dan pengendalian pembangunan sebagai bentuk timbal
balik dari dokumen
perencanaan itu sendiri,
baru akan memulai
pembangunan gedung (pelaksanaan rencana) hingga pertengahan tahun 202015.
Overlay informasi menghasilkan kriteria yang disediakan dan tempat yang
dipilih. Penjelasan Menteri
PPN/Bappenas memanfaatkan data numerik, peta, dan temuan pemodelan matematis
geografis untuk membenarkan urgensi pemindahan ibu kota. Proses
PENUTUP
Sebagai pusat pemerintahan, ibu kota mempunyai
peranan penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, di antaranya adalah sebagai pusat
kekuatan politik dan ekonomi. Selain itu, ibu kota juga dapat berperan
sebagai sarana untuk memperkenalkan
karakter dan identitas bangsa. Banyak negara memilih satu kota besar sebagai
ibu kota negara untuk mencerminkan keunikan kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, dan
kebangsaan serta kenegaraan. Atas dasar itu, akan berdampak positif bagi kota besar Balikpapan dan sekitarnya di
Penajam PaserUtara di Penajam Paser Utara, atau memungkinkan kota besar Balikpapan untuk memberikan kontribusi
yang lebih besar bagi ibu kota baru di Penajam Paser Utara.
Berkenaan dengan hal tersebut, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang telah beberapa
kali diubah, terakhir
adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua berdasarkan tentang
Undang-Undang Republik Indonesia
Tahun 2015 Undang-Undang Nomor 23 Tahun. Terkait
pemerintahan daerah pada tahun 2014, desentralisasi merupakan cara pemerintah pusat untuk mengelola
kekuasaan pemerintahan dalam bentuk pemindahan jabatan pemerintahan.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa praktik partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan ibu kota
negara relatif menjelaskan masalah yang sama.
Bernas untuk menciptakan keterlibatan sipil yang layak merupakan
pertanyaan utopis yang jarang dilakukan pemerintah untuk menumbuhkan suasana demokrasi, mekanisme
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani, Rizkiana Sidqiyatul. 2020. “Proyek Lintas Batas Administrasi: Analisis
Partisipasi Publik Dalam Proses Perencanaan Ibu Kota Negara Republik Indonesia.” Journal of Regional and
Rural Development Planning 4 (1): 43–62.
Herdiana, Dian. 2020. “Menemukenali Syarat Keberhasilan Pemindahan Ibu Kota Negara [Identifying Conditions for Successful
Relocation of the Nation’s Capital].” Jurnal
Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri
Dan Hubungan Internasional 11 (1): 1–18.
Arnstein, S. R. (1969). A Ladder Of Citizen
Participation. Journal of the American
Planning Association, 35 (4),
Bagir Manan, 1996, Politik Perundang-undangan Dalam Rangka Mengantisipasi Liberalisas iPerekonomian,
FH-UNILA, Bandar Lampung,
Andjarwati, Any,
Kebijakan Pemanfaatan Lahan Untuk
Kesejahteraan Petani, Buletin LMPDP Land Edisi 03, Mei-Jul 07.
Yulianti, Nurmaya, Rizki Firmansyah, and Sri Sundar.
2020. “ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN KOTA BALIKPAPAN DALAM
MEMPERSIAPKAN IBU KOTA BARU DARI
PERSPEKTIF EKONOMI PERTAHANAN” 8 (1): 1–13.
Badan Pusat Statistik Provinsi
DKI Jakarta, Provinsi DKI Jakarta dalam
Angka 2021,
(Jakarta: BPS Provinsi DKI Jakarta)
Muchdie,
Alkadri, &Suhandojo. (2001). 3
pilarpengembangan wilayah, sumberdayaalam, sumber daya manusia, teknologi. DirektoratKebijaksanaanTeknologiuntukPengembangan Wilayah,
Badan Pengkajian dan PenerapanTeknologi.
Mustafa, A.
I. (2008). Transformasi Sosial
Masyarakat Marginal. Malang:
INSPIRE.
Sutikno (2007), Perpindahan Ibukota Negara Suatu Keharusan atau Wacana, makalah disampaikan dalam diskusi “Sejarah, Kota, dan Perubahan Sosial dalam Perspektif Sejarah”, 11-12 April 2007, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
Henry Black Campbell, Black’s Law Dictionary, Fourth Edition, St. Paul, Minn: West Publishing, 1968,
Diakses melalui
https://statistik.jakarta.go.id pada Kamis,
24 Maret 2022.