MENILIK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PANGAN DAN GIZI STRATEGIS BERDASARKAN PERPRES RI NOMOR 83 TAHUN 2017
Oleh : Safira Ila Mardhatillah
(Essay ini pernah diikut sertakan dalam lomba essay post your health creativity HIMA Kesmas Universitas Siliwangi)
Saat ini yang menjadi fokus bersama untuk dapat memajukan
bangsa ialah dengan kualitas dari sumber daya manusia yang dimiliki. Banyak
cara untuk mewujudkan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas. Satu
diantaranya ialah dengan memperhatikan strategi ketahanan pangan dan gizi.
Ketahanan pangan dan gizi adalah aspek yang penting terhadap perkembangan pada
suatu wilayah bahkan negara. Kebutuhan pangan yang baik maka akan menghasilkan
gizi yang baik pula. Indonesia adalah Negara agraris yang dimana hampir semua
daerah mampu membuka lahan pertanian sebagai tempat dalam bercocok tanam untuk
semua jenis produk pertanian, hal ini tentunya membuat sektor pertanian di
indonesia ditumbuhi oleh berbagai jenis produk unggulan pertanian dimana
menghasilkan produk pangan.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama
dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar
untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Negara berkewajiban
mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang
cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun
daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya,
kelembagaan, dan budaya lokal. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk
yang besar dan di sisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber Pangan yang
beragam, Indonesia haruslah mampu memenuhi kebutuhan Pangannya secara berdaulat
dan mandiri sehingga menghasilkan ketahanan pangan yang memadai. Ketahanan
pangan merupakan salah satu isu strategis dalam pembangunan suatu Negara, dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan, sektor pertanian merupakan sektor yang
sangat penting karena sektor ini menjadi penyedia pangan utama, terlebih bagi
negara yang sedang berkembang, karena memiliki peran ganda yaitu sebagai salah
satu sasaran utama pembangunan dan salah satu instrumen utama pembangunan
ekonomi.
Berdasarkan Undang-Undang No
18 Tahun 2012 tentang pangan, Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya
Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata,
dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Kemudian, pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Pasal 4 Nomor 83 Tahun
2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi, dijelaskan bahwa kebijakan
pangan dan gizi strategis meliputi :
1. Ketersediaan pangan;
2. Keterjangkauan pangan;
3. Pemanfaatan pangan;
4. Perbaikan gizi
masyarakat;
5. Penguatan kelembagaan pangan
dan gizi.
Dari lima kebijakan tersebut ada beberapa cara untuk
mengimplementasikan atau menjalankannya. Adapun cara tersebut ialah :
Ketersediaan Pangan
a. Peningkatan produksi pangan
dalam negeri;
Adanya kebijakan ini tentu akan membantu peningkatan hingga pendapatan
masyarakat. Namun pada realitanya produksi pangan dalam negeri masih tergolong lemah
dan sangat tergantung impor. Untuk mencapai swasemba pangan bukan hal yang
mudah, Indonesia harus bisa mempersiapkan strategi yakni dengan cara menginventaris
seluruh lahan yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produksi pangan.
PBB pernah mengeluarkan rilis soal pentingnya mengantisipasi kebutuhan pangan,
negara dengan jumlah penduduk yang besar seperti Indonesia harus bersiap dan
tidak boleh bergantung kepada aktivitas impor. Gejolak kenaikan harga sejumlah
komoditas disebabkan oleh adanya perdagangan komoditas secara global. Kenaikan
harga semakin terasa bagi Indonesia karena mengandalkan pasokan impor. Gandum,
bawang putih hampir 100% impor, kedelai impor sebesar 97% dan daging impor
sebesar 50%. Kebutuhan pangan dalam negeri bisa dipenuhi oleh petani namun
sangat sulit terjadi karena tingginya disparitas harga pangan produksi dalam
negeri dengan produk impor. Upaya peningkatan produksi dalam negeri oleh
Kementan ternyata belum cukup berhasil dalam menangani aktivitas impor. Hal
tersebut dapat dilihat dari data impor 8 komoditas utama yang terus meningkat.
Pada tahun 2008 terdapat 8 juta ton komoditas pangan yang diimpor kemudian 10
tahun kemudian naik menjadi 27,6 juta ton. Kemudian pada 2021 menjadi 27,7 juta
ton.
b. Penguatan cadangan pangan
nasional;
Didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan
Cadangan Pangan Nasional terdiri atas Cadangan Pangan Pemerintah, Cadangan
Pangan Pemerintah Daerah, dan Cadangan Pangan Masyarakat. Cadangan Pangan
Nasional adalah persediaan Pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk konsumsi manusia dan untuk menghadapi masalah kekurangan
Pangan, gangguan pasokan dan harga, serta keadaan darurat. Ada 2 (dua) hal
prinsip yang diamanatkan oleh UU 18/2012 dalam rangka pembentukan cadangan
pangan nasional. Pertama, bahwa cadangan pangan dibentuk dalam rangka
mewujudkan kemandirian, kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Kedua, bahwa
cadangan pangan nasional merupakan suatu sistem cadangan berlapis yang
terkoordinasi dan saling bersinergi, yang terdiri dari cadangan pangan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan cadangan pangan masyarakat.
c. Penguatan perdagangan pangan;
Memasuki tahun 2021, ekonomi Indonesia pada kuartal 1 mengalami
pertumbuhan yang signifikan, walaupun masih terjadi kontraksi. Dari sisi
lapangan usaha, 64,13% ekonomi Indonesia berasal dari sektor pertanian,
industri, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Dari kelima sektor tersebut,
hanya sektor pertanian yang masih mengalami laju pertumbuhan positif sebesar
2,15%. Data mencatat, sektor pertanian tetap tangguh selama pandemi Covid-19
dengan kontribusi nilai ekspor mencapai USD 0,4 miliar atau 3% dari total
ekspor Indonesia. Ekspor sektor pertanian mengalami kenaikan signifikan di masa
pandemi Covid-19 dengan kenaikan 16,2% (YoY) dan 20,8% (MtM).
d. Penyediaan pangan berbasis
pada potensi sumber daya lokal;
Adanya penyediaan pangan
berbasis pada potensi sumber daya lokal adalah kebijakan yang baik. Indonesia
memiliki kekayaan dan keanekaragaman ekosistem pangan yakni tidak kurang dari
200 jenis tumbuhan biji dan kacang, 450 jenis buah dan 250 jenis sayur-sayuran.
Begitu juga dengan sumber daya laut yang memilki keanekaragaman yang tinggi.
Jumlah koleksi sumberdaya genetik badan penelitian dan pengembangan pertanian
mencatat, tanaman pangan yang tercatat saat ini adalah sebanyak 5.529, sebanyak
584 buah, bahkan terdapat 4.438 sayur-sayuran. Potensi ini tentunya bisa
dimaksimalkan lagi dengan riset dan implementasi dalam bentuk kebijakan dan
pengembangan produk lokal.
Keterjangkauan Pangan
a. Efisiensi pemasaran pangan;
Secara teoritis, pemasaran yang efisien adalah pemasaran pada pasar
persaingan sempurna dimana keuntungan yang dimiliki oleh pelaku kegiatan
ekonomi baik itu produsen maupun lembaga pemasaran adalah normal profit. Akan
tetapi, realitanya pasar ini tidak ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan
dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan
barang dan jasa mulai dari petani sampai ke konsumen akhir, ukuran untuk
menentukan tingkat kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif.
b. Penguatan sistem logistik
pangan;
Permasalahan utama yang menyebabkan kurangnya pasokan bahan pangan di
wilayah yaitu masalah distribusi pangan yang sangat perlu didukung oleh sistem
logistik pangan yang andal, di mana ada lima permasalahan, yaitu; dukungan
infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses terhadap pembangunan sarana
jalan, jembatan, dan lainnya. Kedua, sarana transportasi, yakni kurangnya
perhatian pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta masyarakat di dalam
pemeliharaan sarana transportasi. Ketiga, sistem transportasi, yakni sistem
transportasi yang masih kurang efektif dan efisien. Sistem logistik pangan
nasional yang kuat harus bertumpu pada empat strategi: Peningkatan produksi,
perbaikan sistem distribusi, pengembangan kelembagaan, dan mendorong konsumsi
pangan lokal. Sistem logistik pangan yang menjamin akurasi, presisi, real time
dan transparan. Perencanaan logistik pangan menjadi sangat penting agar
terpenuhi kebutuhan pangan dengan melakukan pemetaan kebutuhan dan pasokan
pangan. Kemudian masih ada beberapa kebijakan terkiat hal ini yakni Stabilisasi
pasokan dan harga pangan pokok dan pangan lainnya, Pemberdayaan masyarakat di
bidang pangan dan gizi, Penanganan kerawanan pangan dan gizi, dan Penyediaan
bantuan pangan bagi masyarakat miskin dan masyarakat yang mengalami rawan
pangan dan gizi.
Pemanfaatan Pangan
Pengembangan pola konsumsi
pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman. Implementasi kosumsi pangan
yang memenuhi prinsip Beragam, Begizi Seimbang dan Aman (B2SA) dilakukan
melalui pemilihan bahan pangan dan penyusunan menu. Kualitas konsumsi
dipengaruhi oleh keragaman jenis pangan yang dikonsumsi. Pengetahuan akan
pentingnya konsumsi pangan B2SA tersebut perlu disosialisasikan sampai pada
tingkat terkecil dalam kelompok masyarakat, yaitu keluarga. Didalam suatu
keluarga, ibu yang berperan sebagai penentu dan penyedia menu keluarga dan
memegang peranan penting terhadap kualitas konsumsi pangan setiap individu
dalam keluarganya.
Kenyataannya sampai saat ini, pola konsumsi pangan
masyarakat masih menunjukan kecendrungan kurang beragam dari jenis pangan dan
keseimbangan gizinnya. Pola konsumsi pangan B2SA ini berungsi untuk mengarahkan
agar pola pemanfaatan pangan memenuhi kaidah mutu, keanekaragamann, kandungan
gizi, keamanan dan kehalalan, disamping juga untuk efisiensi untuk mencegah
pemborosan dalam pengeluaran biaya rumah tangga sehai-hari. Pola konsumsi
pangan B2SA ini juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food
utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentignya pola
konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup enegi, protein, vitamin dan
mineral serta aman. Selain itu, ada pula kebijakan yang lainnya yakni Pengembangan
jejaring dan informasi pangan dan gizi serta Peningkatan pengawasan keamananan
pangan.
Perbaikan Gizi Masyarakat
Terkait kebijakan Perbaikan pola konsumsi
pangan perseorangan dan masyarakat yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Konsumsi pangan dimasa lalu
belum memberikan perhatian yang seimbang pada pangan non beras, terutama penganeka
ragaman konsumsi pangan, serta lemahnya program pendidikan gizi dan pangan bagi
masyarakat. Kondisi ini telah mengubah pola konsumsi masyarakat dimana berbagai
pangan lokal seperti jagung, umbi-umbian, sagu dan sebagainya dianggap sebagai
bahan pangan inferior serta pola konsumsi pangan masyarakat didominasi oleh
beras. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan telah berubah sesuai
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya, dapat disadari bahwa tidak ada
satupun bahan pangan yang mengandung gizi lengkap.
Semakin tinggi keragaman pangan dikonsumsi semakin tinggi
pula asupan gizinya. Sebaliknya konsumsi pangan yang tidak beragam dapat
menurunkan mutu konsumsi sehingga akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Untuk menjawab tantangan
kedepan perlu dibangun sumberdaya manusia yang sehat, tangguh fisik dan mental
serta cerdas melalui pendekatan penganekaragaman konsumsi pangan. Selain itu,
masih banyak kebijakan lainnya terkait hal ini yakni Perbaikan atau pengayaan
gizi pangan tertentu, Penguatan pelaksanaan dan pengawasan regulasi dan standar
gizi, Penetapan persyaratan khusus mengenai komposisi pangan untuk meningkatkan
kandungan gizi pangan olahan tertentu yang diperdagangkan, Perbaikan gizi bagi
ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja, dan kelompok rawan gizi lainnya,
Penguatan sistem surveilan pangan dan gizi, serta Penguatan program gizi lintas
sektor melalui program sensitif gizi.
Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi
Penguatan kelembagaan pangan
dan gizi tingkat nasional yang telah ada. Diketahui bahwasanya Ketahanan Pangan merupakan
kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kelembagaan yang
kuat untuk menangani bidang pangan. Dalam peraturan perundangan pun telah
menyebutkan perlunya dibentuk suatu kelembagaan pangan yang memiliki cakupan
kewenangan yang luas, hanya saja sampai sekarang kelembagaan yang dimaksud tak
kunjung terbentuk. Sambil menunggu kebijakan seperti apa kelembagaan yang akan
dibentuk, ada baiknya untuk mengoptimalkan berbagai kelembagaan yang sudah ada,
terutama di daerah.
Adapun strategi penguatan
peran kelembagaan pangan yang dapat dilakukan adalah Harmonisasi Kebijakan dan
Perencanaan Program antar Kelembagaan Pangan, Optimalisasi Sumber Daya,
Penguatan Implementasi Program, Evaluasi dan Monitoring untuk perbaikan
selanjutnya. Adapun kebijakan lainnya ialah seperti Penguatan peran kelembagaan
pangan dan gizi daerah provinsi dan kabupaten/kota yang telah ada, Penguatan
fungsi Dewan Ketahanan Pangan, dan Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang telah ada, dan Pengembangan kemitraan antar berbagai
Pemangku Kepentingan dalam pembangunan pangan dan gizi berkelanjutan.
Dari berbagai macam
kebijakan tersebut yang ditilik berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 83 tahun 2017 dapat disimpulkan bahwasanya ternyata masih
banyak perbaikan yang harus dilakukan agar ketahanan pangan dan gizi strategis.
Upaya-upaya yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi tantangan untuk mewujudkan
ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan tersebut ialah dengan upaya baik dari
segi untuk menambahkan hasil produktivitas tanaman, maupun upaya untuk memperluas
daerah pertanian. Hal demikian dilakukan tidak lain adalah untuk mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing dalam membantu menyukseskan
proses berjalannya pembangunan berkelanjutan serta memajukan bangsa dan negara.
(2021),
Penguatan Sistem Logistik Pangan pada Era Covid 19, kaltim.prokal.co/read/news/391340
(2021), Perkuat Ketahanan Pangan
Disperpa, pertanian.magelangkota.go.id/informasi/berita
(2022), Pembangunan Pangan dan Gizi
untuk Wujudkan Sumber Daya Manusia Unggul, www.kemenkopmk.go.id
Chaireni, R, Agustanto, D, Wahyu, RA, & ... , (2020),
'Ketahanan Pangan Berkelanjutan', Jurnal Kependudukan …,
jkpl.ppj.unp.ac.id
Darnita, Putri Mayang (2014) Analisis
Efisiensi Pemasaran Produk Pangan Unggulan di Kabupaten Sidoarjo. Sarjana
Thesis, Universitas Brawijaya.
Dinas
Ketahanan Pangan Provinsi Banten, (2021), Gerakan Sadar Pangan Beragam,
Bergizi, disketapang.bantenprov.go.id/Berita/topic
Eko, (2022), Prevalensi Stunting di
Indonesia, paudpedia.kemdikbud.go.id
IPB University, (2020), Kemandirian dan
Ketahanan Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, greencampus.ipb.ac.id
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Republik Indonesia, 2021, Strategi Pemerintah Mendorong Ketahanan
Pangan dan Kesejahteraan Petani, Bogor, Siaran Pers HM.4.6/130/SET.M.EKON.3/06/2021
Ridho, 2022, Kementan harus Tingkatkan
Produksi Pangan, investor.id/business
Rumawas, VV, Nayoan, H, & Kumayas, N, (2021), 'Peran
Pemerintah Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Minahasa Selatan
(Studi Dinas Ketahanan Pangan Minahasa Selatan)', GOVERNANCE,
ejournal.unsrat.ac.id,
Tri Noor Aziza, (2019), Upaya Penguatan
Kelembagaan Pangan Effort of Strengthening Food Institutions, Jurnal Ekonomi
Pertanian dan Agribisnis (JEPA) ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e) Volume
3, Nomor 1
Widyastomo, RP, (2022), '… KETAHANAN PANGAN DAN LITERASI
PANGAN MASYARAKAT (Studi Penelitian Tentang Literasi Pangan Mendukung Ketahanan
Pangan di Kota Semarang)', Public Service and Governance Journal,
jurnal.untagsmg.ac.id